Senin, 09 Juni 2014

Peyempuan 2

Penulisan buku kedua ini aku mulai 11 November 2013. Berkutat dengan laptop dan bercumbu dengan pekatnya malam hingga subuh habis dengan sendirinya menjadi
hal yang aku lakukan (hampir) tiap hari. Mulai hari itu, aku kumpulkan materi dan penggalan-penggalan rasa bahagia, amarah, luka, cinta, dan air mata yang tersimpan dari rapuhnya ingatan yang mudah tersapu angin bila tak kutuangkan dalam tulisan.

Aku sedikit menimbang konsep apa yang harus aku sajikan di sini. Apakah sama seperti buku pertama atau menampilkan sesuatu yang baru? Pada akhirnya intuisi menuntunku untuk menampilkan sesuatu yang sedikit berbeda dari buku pertama. Satu-satunya hal yang paling mencolok dari buku ini adalah tidak adanya potongan cerita atau cerita pendek. Namun, aku tetap menampilkan satu bagian yang sama agar buku pertama dan kedua tetap memiliki benang merah.

Sejujurnya, mulai menulis lagi adalah hal yang berat, bukan karena malas atau tidak mau tapi lebih kepada perasaan dan suasana hati. Menulis butuh mood yang pas dan tidak bisa dipaksakan. Menulis itu soal rasa dan rasa harus jujur pada diri sendiri. Kalau bisa diumpamakan, seperti saat kita bertemu kembali dengan seseorang yang kita cintai. Setelah berpisah cukup lama, tidak ada kata putus tapi tidak juga bisa dibilang masih berhubungan.
Perasaan itu segera aku singkirkan dan aku tutupi dengan mengingat betapa saudara serusukku membutuhkan tempat untuk mencurahkan kejujurannya, betapa mereka butuh seseorang yang bisa mewakili perasaan hati yang selama ini tidak berani mereka ungkapkan.
Semangat untuk menyelesaikan buku ini dibangun di atas pondasi kepedulianku terhadap peyempuan. Melihat bagaimana kami ‘tertindas’, dipandang rendah, dan seolaholah seolah-olah hanya pantas untuk menurut. Kami hanya memiliki keinginan dan ruang gerak yang sempit, di bawah lingkup keegoisan yang dimiliki laki-laki.
Kamu boleh mengartikannya sebagai pemberontakan karena kami memang melakukan pemberontakan pada hati. Pemberontakan atas apa yang selama ini memenjara kami. Pemberontakan yang terlihat salah tapi masih tetap kami lakukan. Pemberontakan atas kenyataan yang dianggap benar tapi aku masih bersembunyi di sudut hati.
Sekali lagi aku tegaskan, tidak perlu sibuk menerka atau membayangkan siapa sebenarnya aku ini. Satu hal yang harus kamu tahu, aku hadir untuk meneriakkan suarasuara yang selama ini masih dipendam, menuliskan kisahkisah yang selama ini ditutupi, menggambarkan tawa yang ternyata menyimpan tangis, melukiskan luka yang ternyata terbungkus cinta, dan menjelaskan air mata yang selalu dibalut senyum.
Mungkin perasaan yang aku rasakan tidak akan bisa sama dengan perasaanmu. Apa yang aku pikirkan pun tidak akan sama dengan apa yang sedang kamu pikirkan. Tapi, satu hal yang aku yakini, kita sama-sama memiliki hati dan akal dari sumber yang sama. Kita mungkin akan memiliki persepsi berbeda mengenai batasan-batasan selingkuh. Tapi, kita akan merasakan sakit yang sama saat dikhianati oleh kekasih yang begitu kita cintai. Kita mungkin memiliki persepsi berbeda saat membicarakan masalah keperawanan. Tapi, kita akan merasakan sakit dan tidak rela jika hal penting tersebut direnggut secara paksa oleh orang yang tidak kita inginkan di waktu dan saat yang tidak tepat.
Jika apa yang aku tuliskan benar-benar sama dengan apa yang kamu alami atau apa yang ingin kamu ungkapkan maka hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh karena aku adalah wakil dari hatimu. Namun, jika tulisanku tidak sesuai dengan apa yang kamu alami atau mungkin sebenarnya belum kamu alami, aku yakin banyak peyempuan di luar sana yang pernah atau sedang mengalaminya.


Bagiku membeli sebuah buku jauh lebih baik dibandingkan dengan menghamburkan uang untuk kesenangan sesaat. Buku dapat kamu baca kapan atau di mana saja. Buku juga lebih long last time. Buku dapat kamu simpan sampai tua dan bisa dibaca oleh generasi-genarasi selanjutnya. Jika kamu menemukan sesuatu atau cerita yang sama dengan apa yang kamu atau orang terdekatmu alami maka kamu dapat menunjukkan pada mereka dan berkata, “Ini gue banget”, “Wah…, ini lo banget”, atau “Ini seperti kisah keluarga gue”. Kalau kamu belum menemukan kisah atau cerita yang sama maka jadikanlah ini sebagai bekalmu di kemudian hari.
Semoga buku ini memberikan sedikit cahaya bagi kamu yang hatinya sedikit gelap, seteguk air bagi dia yang jiwanya dahaga, atau seremah roti bagi mereka yang akalnya sedang lapar. Pada akhirnya dengan segala kerendahan hati, buku kedua ini aku persembahkan untuk kedua orangtuaku yang selalu memberikan cinta serta lantunan doa untukku. Tidak lupa buku ini aku persembahkan untuk seluruh peyempuan di dunia. I Love You All.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

Pages - Menu